Rabu, 28 April 2010

faktor etiologi penyakit gingival dan periodontal

FAKTOR ETIOLOGI PENYAKIT GINGIVAL DAN PERIODONTAL

A. Klasifikasi
Penyakit periodontal adalah suatu keadaan peradangan dan degencrasi dari jaringan lunak dan tulang penyangga gigi. Penyakit periodontal bersifat khronis, kumulatif dan progresif yang dapat mengakibatkan penderita kehilangan gigi. Etiologi penyakit periodontal ini sangat kompleks, dan merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada kelompok usia 35 tahun ke atas. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di masyarakat

Berdasarkan peranannya dalam menimbulkan penyakit, faktor etiologi penyakit gingival dan periodontal diklasifikasikan sebagai berikut :
• Faktor etiologi primer, berupa plak dental/ plak bakteri.
• Faktor etiologi sekunder/ pendorong, yang mempengaruhi efek dari faktor primer.
Berdasarkan keberadaanya:
• Faktor etiologi lokal/ ekstrinsik
• Faktor sistemik/ intrinsic
Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium; dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu faktor iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Faktor-faktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang balk dan letak gigi yang tdak teratur, maloklusi, malfungsi gigi, over hanging restoration dan bruksisme. Faktor tersebut dinamakan faktor ekstrinsik karena berada di luar jaringan periodonsium
Faktor sistemik sebagai penyebab penyakit periodontal antara lain adalah pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus dan lain-lain. Faktor sistemik adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi umum pasien. Faktor sistemik dinamakan juga faktor intrinsic karena berada dalam tubuh pasien.

B. Kaitan antara masing-masing klasifikasi
Bila klasifikasi pertama dikaitkan dengan yang kedua, jelas bahwa faktor etiologi utama(plak dental) merupakan faktor etiologi lokal. Faktor-faktor pendorong yang dimaksudkan pada klasifiksi pertama bisa merupakan faktor etiologi lokal atau sistemik tergantung keberadaanya. Terlihat adanya hubungan yang erat antara faktor lokal dan faktor sistemik, yaitu penyakit diabetes mellitus dapat mengakibatkan meningkatnya insiden karies dentis dan memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal. Sebaliknya infeksi gigi dan jaringan sekitarnya dapat mempengaruhi stabilitas kadar gula darah

C. Karakter antara factor local dan factor intrinsik
Interaksi antara faktor lokal dan faktor sistemik pada penyakit gingiva dan periodontal sampai sekarang ini masih kontroversial. Pada kebanyakan penyakit gingiva dan periodontal, khususnya infalamasi kronis, faktor lokal berupa plak bakteri merupakan faktor etiologi utama. Faktor sistemik berperan sekunder dengan jalan memperparah respon periodonsium terhadap iritan lokal.
Namun demikian, faktor sistemik tertentu seperti pemakaian obat yang mngandung nifedipin dapat berperan primer dengn menyebabkan terjadinya hiperplasia gingiva gingiva non inflamasi. Dalam keadaan seperti ini, justru faktor lokal yang berperan sekunder dengan memperparah hiperplasia bila telah terjadi inflamasi.


PLAK DENTAL
A. Klasifikasi
Dental plak adalah deposit lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam saliva dan koloni mikroorganisme mulut ( pada umumnya Streptococcus mutans ). Dental plak merekat kuat pada permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang sulit terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigi-gigi premolar-molar atau pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan malposisi.
Berdasarkan lokasinya pada permukaan gigi, plak dental diklasifikasikan atas:
1. Plak Supragingival
Plak supragingival adalah plak yang berada pada atau koronal dari tepi gingiva. Plak supragingival yang berada tepat pada tepi gingiva dinamakan secara khusus sebagai plak marginal.

2. Plak Subgingival
Plak subgingival adalah plak yang lokasinya apikal dari tepi gingiva, diantara gigi dengan jaringan yang mendindingi sulkus gingiva. Secara morfologis, plak subgingival dibedakan pula atas plak subgingival yang berkaitan dengan gigi (tooth associated) dan plak subgingival yang berkaitan dengan jaringan (tissue associated)

B. Proses Pembentukan Plak
Proses pembentukan plak dibagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Pembentukan pelikel dental
Pada tahap awal ini permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein. Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif, yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan mencegah desikasi jaringan. Di atas pelikel ini akan menempel berbagai macam bakteri yang membentuk koloni. Komponen dari pelikel ini termasuk di dalamnya adalah albumin, lisozim, amilase, imunoglobulin A, protein kaya prolin dan mucin.
2. Kolonisasi awal pada permukaan gigi
Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram-positif, seperti Actinomyces viscous dan Streptococcus sanguis. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang ada di permukaan bakteri. Adhesin akan berinteraksi dengan reseptor pada pelikel dental. Setelah kolonisasi awal permukaan gigi, plak meningkat oleh dua mekanisme yang berbeda:
1) Multiplikasi bakteri sudah menempel pada permukaan gigi
2) Lampiran berikutnya dan multiplikasi spesies bakteri baru pada sel-sel bakteri sudah hadir di plak massa.

3. Kolonisasi sekunder dan pematangan plak
Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke permukaan gigi yang bersih. Bakteri sekunder yang terdapat pada pelikel gigi termasuk spesies Gram-negatif seperti Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, dan spesies Capnocytophaga. Organisme ini biasanya akan ditemukan dalam plak setelah 1 sampai 3 hari akumulasi. Proses perlekatannya adalah berupa interaksi stereokhemikal yang sangat spesifik dari molekul-molekul protein dan karbohidrat yang berada pada permukaan sel bakteri.

C. Struktur dan Sifat Fisiologis
Struktur plak supragingival adalah berupa kokus gram positif dan bakteri batang yang pendek mendominasi permuakaan yang menghadap gigi. Sedangkan bakteri batang dan filamen garm-negatif dan spirokheta mendominasi permukaan luar plak matang.
Pada sulkus gingiva atau saku mengenang cairan sulkular yang mengandung banyak substansi yang bisa dijadikan bahan makanan oleh bakteri. Plak yang berkaitan dengan gigi ditandai dari kokus dan bakteri batang gram positif, termasuk diantaranya Streptococcus mitis, S. sanguis,A. viscous, A.naeslundii, dan Eubakterium sp. Plak yang berkaitan dengan jaringan tersusun lebih longgar dibandingkan yang berkaitan dengan gigi. Bakteri yang terkandung pada plak ini terutama bakteri batang dan kokus gram negatif disamping filamen, bakteri batang berflagela, dan spirokheta. Berdasarkan hasil pengkulturan bakteri yang dominan pada plak yang berkaitan dengan jaringan adalah P. gingivalis,P. intermedia, Capnocytophaga ochracea.
Peralihan mikroorganisme pada struktur plak dental dari gram positif ke gram negatif sejalan dengan peralihan fisiologis pada perkembangan plak. Diantara bakteri yang ada pada plak dental berlangsung banyak interaksi fisiologis. Pejamu juga merupakan sumber nutrisi yang penting.
D. Hubungan Antara Mikroorganisme Plak Dengan Penyakit Periodontal
Dahulu ada anggapan bahwa penyakit periodontal merupakan akibat dari penumpukan plak yang terus berlangsung disertai penurunan respon pejamu dan peningkatan kerentanan pejamu sehubungan dengan bertambahnya usia seseorang. Kemudian berkembang dua konsep, masing-masing hipotesa plak non-spesifik dan hipotesa plak spesifik.
1. Hipotesa Plak Non-spesifik
Dikemukakan tahun 1976 oleh Loesche. Berdasarkan hipotesa ini, penyakit periodontal adalah berasal dari produk perusak (noxious product) dari seluruh flora plak yang ada. Termasuk kedalam hipotesa non-spesifik ini adalah konsep bahwa kontrol terhadap penyakit periodontal adalah tergantung pada pengkontrolan jumlah penumpukan plak dengan jalan perawatan lokal disertai prosedur kebersihan mulut.
2. Hipotesa Plak Spesifik
Berdasarkan hipotesa plak spesifik, hanya bakteri plak tertentu yang patogen, dan patogenitasnya tergantung pada keberadaan atau peningkatan mikroorganisme yang spesifik. Pada setiap tipe penyakit biasanya berperan 6-12 spesies bakteri patogen. Diterimanya hipotesa plak spesifik berawal dari dikenalinya Actinobacillus actinomycetemcomitans sebagai patogen pada periodontitis juvenil lokalisata.
E. Komposisi Bakteri Plak
Komposisi utama plak dental adalah mikroorganisme. Diperkirakan bahwa sebanyak 400 spesies bakteri yang berbeda dapat ditemukan dalam plak. Selain sel-sel bakteri, plak mengandung sejumlah kecil sel epitel, leukosit, dan makrofag. Sel-sel yang terkandung dalam sebuah matriks ekstraseluler, yang terbentuk dari produk bakteri dan air liur. Matriks ekstraselular mengandung protein, polisakarida dan lipid.


F. Mekanisme Perusakan Periodonsium Oleh Bakteri Plak
Kemampuan bakteri dalam merusak jaringan pejamu dikelompokkan atas:
1. Kemampuannya secara langsung menyebabkan degradasi atau penghancuran sel pejamu
2. Kemampuannya untuk memicu jaringan pejamu sehingga sel-sel jaringan pejamu melepas substansi yang secara biologis aktif dan dapat merusak jaringan pejamu itu sendiri yaitu:
Produk bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan atau metabolism sel-sel jaringan pejamu: Ammonia, Senyawa sulfur, Asam lemak, Peptide, Indol, dan Enzim(lihat tabel 1)
Enzim bakteri Spesies
Kolagenase Porphyromonas gingivalis;
actinobacillus actinomycetemcomitans
Enzim mirip tripsin Pophyromonas gingivalis;
actinobacillus actinomycetemcomitans
Keratinase Pophyromonas gingivalis;
Treponema denticola
Arilsulfatase Treponema denticola
Neuaminidase Champylobacter rectus;
bacteroides forsythus;
Pophyromonas gingivalis
Enzim pendegradasi fibronektin Pophyromonas melaninogenica;
Pophyromonas gingivalis;
prevotella intermedia
Pospolipase A prevotella intermedia;
Pophyromonas melaninogenica
Tabel 1. Enzim bakteri yang dapat merusak jaringan pejamu
Produk bakteri dapat pula menimbulkan efek biologis pada sel-sel jaringan pejamu , dimana produk tersebut akan memicu system imunitas yang pada akhirnya bias menimbulkan perusakan pada jaringan pejamu. Salah satunya adalah dilepaskannya interleukin-2 ; TNF (tumor necrosis factor) dan prostaglandin dari monosit yang terpapar dengan endotoksin bakteri. Dimana pelepasan hal-hal diatas dapat berpotensi untuk menyebabkan resorpsi tulang dan menghambat ataupun mengaktifkan sel-sel imunitas lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan lain


KALKULUS
A. Klasifikasi
Kalkulus merupakan suatu endapan amorf atau kristal lunak yang terbentuk pada gigi atau protesa dan membentuk lapisan konsentris. Bakteri plak diperkirakan memegang peranan penting dalam pembentukan kalkulus, yaitu dalam proses mineralisasi, meningkatkan kejenuhan cairan di sekitarnya sehingga lingkungannya menjadi tidak stabil atau merusak faktor penghambat mineralisasi.

Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival.

B. Komposisi
Kalkulus terdiri dari komponen anorganik (70%-90%) dan komponen organik.
Kandungan anorganik
Komponen anorganik kalkulus supragingival terdiri dari 75,9% kalsium posfat; 3,1% kalsium karbonat dan sejumlah kecil magnesium posfat, dan logam lainnya. Komponen anorganik yang utama adalah kalsium (39%); posfor (19%); karbondioksida (1,9%); magnesium (0,8%); dan sejumlah kecil natrium, seng, stronsium, bron, tembaga, mangan, tungsten, emas, aluminium, silikon, besi, dan fluor.
Sedikitnya dua per tiga komponen anorganiknya dalam bentuk kristal. Empat bentuk kristal yang utama adalah :
• Hidroksiapatit (sekitar 58%)
• Magnesium whitlockite (sekitar 21%)
• Oktakalsium posfat (sekitar 21%)
• Brusit (sekitar 9 %)
Kandungan organik
Kalkulus supragingival terdiri dari komponen anorganik (70-90%) dan komponen organik.
Komponen organik kalkulus terdiri dari campuran senyawa protein-polisakarida, sel-sel epitel yang deskuamasi, leukosit, dan bernagai tipe bakteri. 1,9-9,1% komponen organiknya berupa karbohidrat , yang terdiri dari galaktosa, glukosa, ramnosa, mannosa, asam glukoronat, galaktosamin, dan kadang-kadang arabinosa, asam galakturonat, dan glukosamin.
Protein saliva merupakan 5,9%-8,2% dari komponen organik kalkulus dan kebanyakan berupa asam amino. Lemak terdapat sejumlah 0,2% dari kandungan organik dalam bentuk lemak netral, asam lemak bebas, kolesterol,kolesterol ester, dan posfolipid.
Komposisi kalkulus subgingival mirip dengan komposisi kalkulus supragingival dengan sedikit perbedaan. Pada kalkulus subgingival kandungan hidroksiapatitnya sama, magnesium whitlockite lebih banyak, brusit dan oktakalsium posfat lebih sedikit. Rasio kalsium; posfat adalah lebih tinggi pada kalkulus subgingival, kandungan natrium meningkat dengan semakin dalamnya saku periodontal. Protein saliva tidak dijumpai pada kalkulus subgingival.
C. Mekanisme Perlekatan Kalkulus ke Permukaan Gigi
Ada 4 cara perlekatan kalkulus ke permukaan gigi :
1. Perlekatan dengan bantuan pelikel organik
2. Penetrasi bakteri kalkulus ke sementum
3. Perlekatan mekanis ke ketidakrataan pada permukaan gigi
4. Adaptasi rapat antara depresi/lekukan pada permukaan dalam kalkulus ke penonjolan pada permukaan sementum yang tidak terganggu (masih utuh)

D. Proses Pembentukan Kakulus
Kalkulus melekat ke plak dental yang telah mengalami mineralisasi. Proses kalsifikasi mencakup pengikatan ion-ion kalsium ke senyawa karbohidrat-protein dari matriks organik, dan pengendapan kristal-kristal garam kalsium posfat. Kristal terbentuk pertama kali pada matriks interseluler dan pada permukaan bakteri, dan akhirnya diantara bakteri
Kalsifikasi kalkulus dimulai sepanjang permukaan dalam plak supragingival (dan pada komponen melekat dari plak supragingival) yang berbatasan dengan gigi membentuk fokus-fokus yang terpisah. Fokus-fokus tersebut kemudian membesar dan menyatu membentuk massa kalkulus yang padat. Kalsifikasi tersebut dapat diikuti dengan perubahan kandungan bakteri dan kualitas pewarnaan plak. Dengan adanya kalsifikasi, bakteri berfilamen bertambah jumlahnya. Pada fokus-fokus kalsifikasi terjadi perubahan dari basofilia menjadi eosinofilia; intensitas pewarnaan menunjukkan pengurangan reaksi periodic acid-schiff positif dan sulfihidril dan grup amino, dan pewarnaan dengan toluidin blue yang pada mulanya ortokromatik berubah menjadi metakromatik dan menghilang. Kalkulus dibentuk lapis demi lapis, dimana setiap lapis sering dipisahkan oleh kutikula yang tipis, yang kemudian tertanam dalam kalkulus dengan berlangsungnya kalsifikasi.
Gambar-gambar di bawah menunjukkan tahap pembentukan karang gigi (atau kalkulus).

E. Peranan Kakulus Sebagai Faktor Etiologi
Kalkulus secara langsung tidak berpengaruh terhadap terjadinya penyakit periodontal; akan tetapi karena kalkulus terbentuk dan plak gigi yang termineralisasi karena pengaruh komponen saliva, maka secara tidak langsung kalkulus juga dianggap sebagai penyebab keradangan gusi (gingivitis). Regio kalkulus yang telah dibersihkan dan plak gigi dan dipoles permukaannya ternyata tidak menimbulkan keradangan gusi dibandingkan dengan regio kalkulus yang tidak dipoles.
Banyak faktor yang merupakan predisposisi terbentuknya plak gigi. Plak gigi dan kalkulus mempunyai hubungan yang erat dengan keradangan gusi; bila keradangan gusi ini tidak dirawat, akan berkembang menjadi periodontitis atau keradangan tulang penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang atau tanggal. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan bahwa baik pada penelitian klinis maupun epidemiologis ternyata tidak semua gingivitis selalu berkembang menjadi periodontitis. Penyakit periodontal bersifat kronis dan destruktif, umumnya penderita tidak mengetahui adanya kelainan dan datang sudah dalam keadaan lanjut dan sukar disembuhkan.
Kalkulus dan gingivitis terdapat lebih banyak pada para perokok daripada bukan perokok. Sedangkan Sheiham melaporkan bahwa para perokok mempunyai skor plak, kalkulus dan derajat penyakit periodontal yang lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.

DEBRIS MAKANAN DAN MATERI ALBA
A. Perbedaan Debris Makanan dan Materi Alba
Debris makanan adalah sisa-sisa makanan yang dicairkan oleh enzim-enzim bakteri , dan dibersihkan dari rongga mulut setiap lima menit setelah makan, tetapi sebagian tetap tinggal di permukaan gigi dan mukosa dan lebih mudah dibersihkan daripada plak. Sedangkan materi alba adalah deposit lunak, bersifat melekat, berwarna kuning atau putih keabu-abuan, dan daya lekatnya lebih rendah dibandingkan plak dental.
Materi alba merupakan kumpulan mikroorganisme, sel-sel epitel deskuamasi, lekosit, dan campuran protein saliva dengan lemak, dengan sedikit atau tanpa partikel makanan, serta tidak mempunyai pola susunan yang teratur. Debris makanan juga mengandung bakteri, namun berbeda dengan bakteri coatings (plak dan materi alba). Debris makanan seharusnya dibedakan dsri serat-serat yang terjerat di daerah interproximal pada daerah timbunan makanan.
B. Peranannya sebagai Faktor Etiologi
Plak dental bukanlah derivat debris makanan, dan debris makanan bukan penyebab gingivitis yang penting.
Penumpukan materi alba cenderung pada sepertiga gingival gigi dan pada gigi yang malposisi. Efek pengiritasian dari materi alba terhadap gingiva adalah berasal dari bakteri dan produk bakteri.

STEIN DENTAL
Stein adalah deposit berpikmen pada permukaan gigi. Secara primer keberadaan stein merupakan masalah estetis. Stein terjadi akibat pikmentasi pelikek perkembangan (pelikel yang membalut gigi pada masa pertumbuhan dan erupsi gigi) atau pelikel akuid (pelikel yang didapat setelah gigi erupsi ) oleh bakteri kromogenik, makanan dan bahan kimia. Stein bervariasi dalam hal warna, komposisi, dan kekuatan perlekatannya ke permukaan gigi.

Stein dental secara umum dibagi 2, yaitu :
• Extrinsic stains.
• Intrinsic stains.
Berdasarkan warna dan timbulnya, stein dental terdiri dari :
1. Stein coklat
∞ Berupa pelikel terpikmentasi yang tipis, bebas bakteri, akuid, dan translusen.
∞ Timbul pada individu yang tidak menyikat giginya dengan baik, atau menggunakan pasta gigi tanpa aksi pembersih yang adekuat, dan juga karena adanya tannin.
∞ Terdapat pada permukaan bukal molar maksila dan pada permukaan lingual insisivus mandibula.
2. Stein tembakau
∞ Merupakan deposit permukaan yang melekat erat, berwarna coklat atau hitam, yang disertai perubahan warna substansi gigi menjadi coklat.
∞ Pewarnaan adalah akibat dari produk pembakaran tar, dan dari penetrasi sari tembakau ke pit dan fissure, enamel, dan dentin.
∞ Derajat pewarnaan tergantung dari pelikel akuid yang telah ada pada permukaan gigi yang akan melekatkan produk tembakau ke permukaan gigi.

3. Stein hitam
∞ Berupa garis hitam tipis pada pemukaan vestibular dan oral dari gigi dekat ke tepi gingiva, dan sebagian daerah diffus pada permukaan proksimal.
∞ Melekat erat ke permukaan gigi, dan cenderung timbul kembali setelah disingkirkan, sering pada wanita dan bisa timbul pada individu dengan higienen oral yang baik.
∞ Stein hitam yang terjadi pada gigi susu biasanya disertai karies yang rendah pada gigi dengan stein hitam.
∞ Sering dikaitkan dengan baktei kromogenik. Diduga penyebabnya adalah bakteri batang gram positif, terutama spesies actinomyces, karena mendominasi mikroflora stein hitam.
4. Stein hijau
∞ Berwarna hijau atau kuning kehijau-hijauan, kadang-kadang cukup tebal, dan sering dijumpai pada anak-anak, yang mungkin merupakan pigmentasi dari partikel saliva oleh bakteri kromogenik.
∞ Diduga stein ini adalah sisia stein dari kutikula enamel. Pewarnaan disebabkan oleh bakteri dan jamur (fungi) fluorosensi, seperti penicillum dan aspergillus.
∞ Biasanya terjadi pada setengah gingival permukaan vestibular gigi anterior maksila, sering dijumpai pada anak laki-laki (65%) daripada anak-anak perempuan(43%).
5. Stein orange
∞ Jarang dijumpai dibandingkan stein hijau dan stein coklat.
∞ Bisa terjadi pada permukaan vestibular maupun pada permukaan oral gigi anterior.
∞ Penyebabnya adalah bakteri kromogenik serratia marcescens dan flavobacterium lutescens.
6. Stein logam
∞ Disebabkan oleh logam dan garam-garam logam, yang masuk ke rongga mulut karena debu yang mengandung logam terhisap oleh buruh industry, atau melalui obat-obatan yang diberikan secara oral.
∞ Logam tersebut berikatan dengan pelikel di permukaan gigi dan menimbulkan stein permukaan atau penetrasi ke substansi gigi membentuk pewarnaan yang permanen.
∞ Debu tembaga akan menimbulkan stein hijau dan debu bei menimbulkan stein coklat. Obat-obatan yang mengandung besi menimbulkan deposit sulfit besi berwarna hitam. Stein logam lain yang kadang-kadang dijumpai adalah berkaitan dengan mangan (warna hitam), air raksa(hitam kehijau-hiauan ), nikel (hijau), dan perak(hitam).

7. Stein klorheksidin
∞ Merupakan stein yang timbul akibat pemakaian obat kumur yang mengandung klorheksidin untuk jangka waktu yang lama.
∞ Klorheksidin biasa retensi(tinggal dan melekat) di rongga mulut karena afinitasnya terhadap sulfat dan grup asam, seperti yang dijumpai pada kandungan plak, lesi karies, pelikel, dan dinding sel bakteri. Retensi klorheksidin di rongga mulut tergantunga pada konsentrasi dan lama pemakaian.
∞ Stein klorheksidin menyebabkan warna coklat kekuning-kuningan sampai kecoklat-coklatan pada jaringan di rongga mulut. Pewarnaan terjadi pada daerah serviks dan interproksimal gigi asli, restorasi, plak, dan pada permukaan lidah. Pewarnaan pada enamel dan dentin tidaklah permanen karena dapat dibersihkan dengan penyikatan gigi atau profilaksis professional. Stein yang sama juga dihasilkan oleh obat kumur aleksidin.

FAKTOR IATROGENIK
A. Pengertian
Faktor-faktor iatrogenik adalah kesalahan pada restorasi atau protesa yang bisa berperan dalam menyebabkan inflamasi gingiva dan perusakan jaringan periodontal.
B. Jenis-Jenisnya
Tepi Restorasi
Tepi tumpatan yang overhanging berperan dalam terjadinya inflamasi gingiva dan perusakan periodontal karena merupakan lokasi yang ideal bagi penumpukan plak serta dapat mengubah keseimbangan ekologis sulkus gingiva ke arah yang menguntungkan bagi organisme anaerob gram-negatif yang menjadi penyebab penyakit periodontal.
Meskipun restorasinya dibuat dengan standard kualitas yang tinggi, apabila tepinya ditempatkan subgingival akan meningkatkan penumpukan plak dan laju aliran cairan sulkular. Adanya kekasaran pada daerah subgingiva akibat penempatan tepi restorasi pada daerah subgingiva merupakan penyebab penumpukan plak dengan akibat respon inflamasi yang ditimbulkannya.

Kontur Restorasi
Mahkota tiruan dan restorasi dengan kontur berlebih (overcontoured) cenderung mempermudah penumpukan plak dan kemungkinan juga mencegah mekanisme self-cleansing oleh pipi, bibir, dan lidah. Kontak proksimal yang inadekuat, tidak dikembalikannya anatomi occlusal marginal ridge dan developmental groove cenderung menimbulkan impaksi makanan.

Oklusi
Restorasi yang tidak sesuai dengan pola oklusal akan menimbulkan disharmoni yang bisa mencederai jaringan periodontal pendukung.
Bahan Restorasi
Pada umumnya bahan restorasi tidak mencederai jaringan periodontal, kecuali bahan akrilik self-curing. Yang terpenting adalah bahan restorasi harus dipoles dengan baik agar tidak mudah ditumpuki plak.

Desain GTSL
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan mempermudah penumpukan plak, terutama apabila desainnya menutup gingiva. Gigi tiruan yang terus dipakai sepanjang siang dan malam akan menginduksi lebih banyak pembentukan plak dibandingkan gigi tiruan yang hanya digunakan pada siang hari saja. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan mulut bagi pengguna gigi tiruan sangat penting untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap gigi yang masih ada serta jaringan periodonsiumnya.

Prosedur Kedokteran Gigi
Penggunaan klem rubber dam, cincin untuk matriks, dan disc yang tidak baik bisa mencederai gingiva dengan akibat terjadinya inflamasi. Separasi gigi yang terlalu memaksa dapat menimbulkan cedera pada jaringan periodontal pendukung.


PERANANAN PIRANTI ORTODONTI SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI
Perawatan ortodonti bisa berperan dalam menimbulkan penyakit atau kelainan pada periodonsuim dengan berabagai cara :
Retensi plak
Piranti ortodonti tidak saja cendrung mempermudah penumpukan plak dental dan debris makanan dengan akibat timbulknya gingivitis, tetapi bisa pula memodofikasi ekosistem gingiva. Dilaporkan bahwa setelah pemasanagn cincin ortodonti terjadi peningkatan proporsi Prevotella melaninogenica, Prevotela intermedia, dan Actinomyces odontolyticus, dan pengurangan flora anaerob/fakultatif di dalam sulkus gingiva.
Iritasi dari cincin ortodonti
Pemasangan cincin ortodonti yang dipaksakan terlalu jauh ke daerah subgingiva bisa menyebabkan terpisahnya gingiva dari akibat migrasi epitel penyatu ke arah apikal sehingga timbul resesi gingiva.
Tekanan dari piranti ortodonti
Tekanan ortodonsi yang normal dapat diadaptasi periodonsuim berupa remodeling. Tekanan yang berlebihan bisa menimbulkan nekrose jaringan periodontal dan tulang alveolar, yang pada umumnya bisa mengalami perbaikan apabila tekanannya dikurangi. Namun demikian, apabila kerusakan melibatkan ligamen periodontal yang berada pada krista tulang alveolar, kerusakannya adalah irreversible. Tekanan ortodonsi yang terlalu berlebihan dapat pula menyebabkan resopsi pada apkes akar gigi.

IMPAKSI MAKANAN
Mekanisme Terjadinya Sebagai Faktor Etiologi
Impaksi makanan adalah terdesaknya makanan secara paksa ke jaringan periodonsium. Hubungan kontak proksimal yang utuh dan ketat mencegah terdesaknya makanan secara paksa ke daerah interproksimal. Lokasi kontak proksimal yang optimal dalam arah serviko oklusal adalah pada diameter mesio distal terbesar dari gigi, dekat ke Krista marginal ridge. Tidak adanya kontak atau kontak proksimal yang tidak baik kondusif bagi terjadinya impaksi makanan.

Kontur permukaan oklusal yang dibentuk oleh marginal ridge dan developmental groove secara normal akan mendeflesikan makanan menjauhi ruang interproksimal. Apabila gigi menjadi aus dan permukaan oklusalnya menjadi datar, maka efek mendesak dari tonjol(cusp) gigi antagonis ke ruang interproksimal akan bertambah hebat dengan akibat terjadinya impaksi makanan. Efek tonjol pendorong bisa timbul karena keausan gigi, atau karena perubahan posisi gigi karena tidak digantinya gigi yang hilang.

Overbite anterior yang berlebihan merupakan salah satu penyebab umum impaksi makanan di region anterior, dimana makanan akan terdesak ke gingival pada permukaan vestibular gigi anterior mandibula atau permukaan oral gigi anterior maksila.
Hirschfeld mengemukakan beberapa factor yang menjurus ke terjadinya impaksi makanan yaitu:
1. Keausan oklusl yang tidak sama rata
2. Terbukanya titik kontak sebagai akibat hilangnya dukungan proksimal atau karena estruksi
3. Abnormalitas morfologis congenital
4. Restorasi yang tidak baik konstruksinya
Ada juga impaksi makanan lateral dimana sumber tekanan yang mendesak makanan adalah tekanan lateral dari pipi, lidah dan bibir. Impaksi lateral lebih mudah terjadi apabila embrasure gingival menjadi besar karena kerusakan jaringan akibat penyakit periodontal atau resesi.Dampak impaksi makanan akan menimbulkan penyakit gingival, periodontal, dan memperhebat keparahan penyakit yang telah ada.
periodontal disease


PERANAN FACTOR-FAKTOR BERIKUT SEBAGAI FACTOR ETIOLOGI

A. Tidak Digantinga Gigi yang Hilang
Pencabutan gigi yang tidak disetai penggantian dengan gigi tiruan dapat menimbulkan serangkaian perubahan yang menimbulkan dampak bagi periodonsium. Apabila gigi molar pertama dicabut, perubahan awal yang terjadi adalah drifting ( bergesernya) dan tilting (miring) gigi molar kedua dan ketiga mandibula, dan ekstrusinya molar pertama maksila.
Tilting gigi posterior juga menyebabkan berkurangnya dimensi vertical dan bertambahnya overbite anterior. Gigi anterior mandibula meluncur pada gingival sepanjang permukaan oral gigi anterior maksila dengan akibat posisi mandibula bergeser ke distal. Selain itu, terjadi impaksi makanan dan pembentukan saku pada gigi anterior. Drifting premolar kedua mandibula ke distal menyebabkan terjadinya impaksi makanan.

B. Maloklusi dan Malposisi Gigi
Gigi-geligi yang tidak teratur menyebabkan control plak sukar bahkan bias tidak mungkin bias dilakukan. Resesi gingival bias terjadi pada gigi labioversi. Disharmoni oklusal yang disebabkan maloklusi dapat mencederai periodonsium. Overbite yang berlebihan sering menyebabkan iritasi gingival pada rahang antagonis. Openbite bisa menjurus ke perubahan periodontal yang disebabkan penumpukan plak dan hilangnya fungsi.

KEBIASAAN BURUK YANG BIAS BERPERAN SEBAGAI FACTOR ETIOLOGI

A. Jenis-jenisnya,yaitu :
(1) Bernapas dari mulut
(2) Mendorong-dorongkan lidah
(3) Penggunaan tembakau
(4) Trauma sikat gigi dan alat pembersihnya
(5) Kebiasaan parafungsi atau bruksim
(6) Neurosis
(7) Kebiasaan berkaitan dengan okupasi

B. .Peranannya masing-masing
(1) Bernafas dari mulut
Gingivitis sering dikaitkan dengan kebiasaan bernapas dari mulut . dampaknya terhadap gingival adalah berupa dehidrasi permukaan. Ada hubungan antara kebiasaan bernapas dari mulut dengan gingivitis :
1. Bernapas dari mulut tidak mempengaruhi prevalensi dan perluasan gingivitis kecuali pada pasien yang ada kalkulusnya.
2. Gingivitis pada orang yang bernapas dari mulut lebih parah daripada orang yang bernapas normal meskipun skor plaknya sama.
3. Terjadi sedikit peningkatan prevalensinya
4. Gigi crowded yang disertai gingivitis hanya terjadi pada orang yang bernapas dari mulut.
(2) Mendorong-dorong lidah
Yaitu menekankan lidahnya kuat-kuat ke gigi, terutama ke gigi anterior,secara tetap. Pada waktu mengunyah dimana seharusnya bagian dorsal lidah menekan ke palatum dan ujung lidah berada di belakang gigi-gigi maksila, lidahnya justru ditekankan ke gigi anterior. Kebiasaan ini menyebabkan :
- Berserak dan miringnya gigi-geligi anterior , disertai gigitan terbuka (open bite) pada daerah anterior,posterior, dan premolar.
- Berubahnya inklinasi gigi anterior maksila menyebabkan perubahan arah tekanan fungsional, sehingga tekanan lateral terhadap mahkota gigi meningkat.
- Bergeraknya gigi lebih jauh ke labial dan timbulnya tekanan rotasi dalam arah labiolingual.
- Beradunya tekanan yang mendorong gigi ke labial dengan tekanan bibir kea rah rongga mulut akan menyebabkan gigi menjadi goyang.
- Perubahan inklinasi gigi yang terjadi menyebabkan terganggu ekskursi makanan sehingga mempermudah penumpukan debris makanan pada tepi gingival.
- Hilangnya kontak proksimal karena berseraknya gigi dapat menjurus ke terjadinya impaksi makanan.
(3) Penggunaan tembakau
Kebiasaan ini berupa kebiasaan merokok atau kebiasaan menguntah tembakau. Berperannya kebiasaan merokok sebagai factor etiologi bisa karena :
- Mempermudah penumpukan kalkulus
- Asap rokok bisa memperlemah kemampuan khemotaksis dan fagositosis netrofil
- Kandungan nikotin rokok dapat memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, dan kemungkinan juga mengurangi aliran darah ke gingival.
(4) Trauma sikat gigi dan alat pembersih lainnya
Penyikatan yang terlalu agresif, baik dengan gerak horizontal atau rotasi, bisa mencederai gingival secara langsung. Akibat buruk tersebut akan lebih parah apabila digunakan pula pasta gigi yang terlalu abrasive yang dapat meyebabkan :
- Perubahan Akut Gingiva, yaitu terkelupasnya epitel gingival, pembentukan vesikel, atau eritema yang difus.
- Perubahan Kronis Gingival beruoa resesi gingival disertai tersingkapnya akar gigi dan tepu gingival sedikit menggembung.
Penggunaan tusuk gigi yang berlebihan menyebabkan terbukanya ruang interproksimal yang akan menjurus ke penumpukan debris dan perubahan inflamatoris.

(5) Kebiasaan Parafungsi atau bruksim
Merupakan kebiasaan mengasah-asahkan gigi pada waktu tidak sedang mengunyah atau menelan. Bruksim dapa menyebabkan : keausan gigi, fraktur gigi atau hipertrofi otot.
(6) Neurosis
Yang termasuk kebiasaan neurosis adalah : menggigit-gigit bibir, mengigit-gigit pipi dapat menyebabkan penempatan mandibula yang ektrafungsionil : mengigit-gigit tusuk gigi,kuku, atau pensil / ballpoint. Kebiasaan mendorong-dorong lidah juga termasuk kelompok neurosis.
(7) Kebiasaan yang berkaitan dengan okupasi
Kebiasaan ini berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari, diantaranya memegang paku dan mengigitnya, yang dilakukan tukang sepatu, tukang kayu, tukang perabot; memutuskan benang dengan gigi pada tukang jahit; tekanan dari alat music tiup tertentu (misalnya clarinet) pada pemain music.

FACTOR-FAKTOR ETIOLOGI SEBAGAI BERIKUT :
A. Bahan kimia
Obat kumur yang terlalu keras efeknya, tablet aspirin yang diletakkan pada kavitas gigi yang sedang berdenyut, obat-obatan dengan efek membakar, dan kontak tidak sengaja dengan bahan kimia seperti fenol dan perak nitrat bisa menimbulkan inflamasi akut dengan ulserasi pada gingiva.
B. Efek radiasi
khususnya dijumpai pada penderita kanker rongga mulut atau disekitar kepala dan leher yang mendapat perawatan dengan radiasi. Radiasi bisa menyebabkan pembentukan eritema dan deskuamasi mukosa termasuk gingiva. Apabila radiasinya berlangsung lama bisa menyebabkan atrofi epitel, jaringan ikat menjadi fibrous dengan pembuluh darah yang berkurang jumlahnya. Pada tulang alveolar bisa terjadi degenerasi dan berkurangnya osteoklas dan osteoblast. Akibat perubahan tersebut tulang menjadi tempat masuknya infeksi dengan akibat terjadinya osteoradionekrosis. Radiasi juga menyebabkan atrofi kelenjar saliva sehingga terjadi xerostomia dengan akibat perubahan flora oral yang menjurus ke pembentukan karies.

PROSES BERPERANNYA SUPRA KONTAK SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI
Suprakontak adalah istilah umum untuk menyatakan kontak yang dapat menghalangi permukaan oklusal lainnya mencapai kontak stabil dengan banyak titik kontak. Ada beberapa tipe suprakontak :
1. Suprakontak retrusif ( retrusive supracontacts), yaitu suprakontak yang mendeplesikan mandibula pada penutupan ke posisi retrusi ;
2. Suprakontak interkuspal ( intercuspal supracontacts ), yaitu suprakontak yang menghalangi penutupan mandibula ke posisi intercuspal
Terjadinya suprakontak bisa karena beberapa sebab :
1. Pembuatan restorasi atau gigi tiruan yang tidak memperhatikan oklusi yang baik ;
2. Maloklusi dan malposisi gigi ;
3. Tidak digantinya gigi yang hilang, sehingga menimbulkan serangkaian perubahan, diantaranya tilting-nya gigi tetangga dan ekstrusi gigi antagonist.

FAKTOR NUTRISI SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI SISTEMIK
Ada dua kesimpulan dari hasil-hasil penelitian mengenai efek nutrisi terhadap jaringan periodonsium, yaitu ada defisiensi nutrisi tertentu yang menyebabkan perubahan pada jaringan periodonsium, perubahan mana dikategorikan sebagai manifestasi penyakit nutrisi pada periodonsium, dan tidak ada defisiensi nutrisi yang sendirian saja dapat menimbulkan gingivitis atau pembentukan saku periodontal. Namun demikian, ada defisiensi nutrisi yang mempengaruhi kondisi periodonsium, sehingga memperparah efek dari iritan local dan tekanan oklusal yang berlebihan.
Defisiensi Vitamin C
Disamping dapat menyebabkan scurvy, defisiensi vitamin C sering dikaitkan dengan penyakit periodontal. Defisiensi vitamin C memperhebat respon gingival terhadap plak dan memperparah oedema, pembesaran dan pendarahan yang terjadi akibat inflamsi yang disebabkan plak.
Ada beberapa hipotesa mengenai mekanisme berperannya vitamin C pada penyakit periodontal:
1. Level vitamin C yang rendah akan mempengaruhi metabolism kolagen dalam periodonsium, sehingga mempengaruhi kemampuan regenerasi dan perbaikan jaringan, namun belum ada hasil penelitian yang mendukung hipotesa ini.
2. Defisiensi vitamin C menghambat pembentukan tulang yang akan menjurus ke kehilangan tulang.
3. Defisiensi vitamin c meningkatkan permeabilitas epitel krevikular terhadap dekstran tertritiasi; vitamin C dalam level yang tinggi dibutuhkan untuk memelihara fungsi penghalang dari epitel terhadap produk bakteri.
4. Peningkatan level vitamin C meningkatkan aksi kemotaksis dan aksi migrasi lekosit, tanpa mempengaruhi aksi fagositosisnya; tampaknya diperlukan megadosis vitamin c untuk memperbaiki aktivitas bakterisidal lekosit.
5. Level vitamin C yang optimal diperlukan untuk memelihara integritas mikrovaskulatur periodonsium, demikian juga respon vascular terhadap iritasi bacterial.
6. Penurunan level vitamin C yang drastic bias mengganggu keseimbangan ekologis bakteri dalam plak sehingga meningkatkan patogenitasnya.
Defisiensi Protein
1. Terhambatnya aktivitas pembentukan tulang yang normal
2. Semakin parahnya efek destruktif dari iritan local dan trauma oklusal terhadap jaringan periodonsium. Namun untuk dimulainya gingivitis dan keparahannya adalah tergantung pada iritan lokal.

PERANAN PENYAKIT KELAINAN ENDOKRIN SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI SISTEMIK
Manifestasi jaringan periodontal dari penyakit sistemik bervarisi tergantung penyakit spesifik, respon individual dan faktor lokal yang ada. Faktor sistemik terlibat dalam penyakit periodontal dengan saling berhubungan dengan faktor lokal. Faktor sistemik saja tidak bisa menyebabkan respon keradangan pada penyakit periodontal,tetapi harus ada faktor lokal yang mendukung.
Pada pasien kencing manis, bila faktor lokal pada riongga mulutnya buruk, akan bisa menyebabkan gangguan yang lebih lanjut lagi, oleh karena seorang dengan kencing manis mempunyai kelainan pada sistemiknya.
Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan diabetes melitus sebagai faktor etiologi penyakit gingiva dan periodontal, antara lain:
1. Terjadinya penebalan membran basal
Pada penderita DM membran basal kapiler gingiva mengalami penebalan sehingga lumen kapiler menyempit. Menyempitnya lumen kapiler akibat penebalan tersebut menyebabkan terganggunya difusi oksigen, pembuangan limbah metabolisme, migrasi lekosit polimorfonukleus, dan difusi faktor- faktor serum termasuk antibodi
2. Perubahan biokimia
Level cAMP, yang efeknya mengurangi inflamasi, pada penderita DM menurun, hal mana diduga sebagai salah satu sebab lebih parahnya inflamasi gingiva pada penderita DM.
3. Perubahan mikrobiologis
Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi lingkungan subgingiva, yang dapat menginduksi perubahan kualitatif pada bakteri yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan periodontal.
4. Perubahan imunologis
Meningkatnya kerentanan penderita diabetes melitus terhadap inflamasi diduga disebabkan oleh terjadinya defisiensi fungsi lekosit polimorfonukleus (LPN) berupa terganggunya khemotaksis, kelemahan daya fagositosis, atau terganggunya kemampuannya untuk melekat ke bakteri
5. Perubahan berkaitan dengan kolagen
Peningkatan level glukosa bisa pula menyebabkan berkurangnya produksi kolagen. Di samping itu, terjadi pula peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva.

Inflamed, papulonodular hyperplasia of the gingiva in a diabetic patient
a. Kehamilan
Kehamilan secara sendirian tidak dapat menyebabkan gingivitis. Gingivitis pada kehamilan adalah disebabkan oleh plak bakteri, sebagaimana pada orang yang tidak hamil. Kehamilan akan memperparah respon gingival tehadap plak dan memodifikasi gambaran klinis yang menyertainya. Tanpa adanya iritan lokal tidak terlihat perubahan secara klinis pada gingival wanita yang sedang mengalami kehamilan. Ada beberapa mekanisme bagaimana kehamilan berperan sebagai faktor etiologi penyakit gingival dan periodontal, yaitu:
1. Peningkatan level estradiol dan progesteron yang menyebabkan peningkatan bakteri Prevotella intermedia.
2. Tertekannya respon limfosit-T maternal selama kehamilan mempengaruhi respon periodonsium terhadap plak.
3. Peningkatan level estradiol dan progesterone juga menyebabkan dilatasi dan simpang siurnya mikrovaskulator gingival, stasis sirkulasi, dan peningkatan kerentanan terhadap iritasi mekanis. Perubahan tersebut memudahkan masuknya cairan ke perivaskular.
b. Kontrasepsi Hormonal
Perubahan yang diakibatkan oleh kehamilan yang dikemukakan di atas bias pula terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (bentuk pil, implant, atau suntikan) untuk jangka waktu lebih dari satu setengah tahun.

15. Peranan kelainan/penyakit darah berikut sebagai factor etiologi sistemik :
A. Leukimia
Leukemia adalah neoplasma maligna pada precursor sel darah putih. Berdasarkan evolusinya, leukemia dibedakan atas bentuk:
(1) akut, yang bersifat fatal;
(2) subakut;
(3) kronis.
Pada leukemia akut sel-sel leukemia menginfiltrasi gingival, dan jarang sekali bisa infiltrasi ke tulang alveolar. Keadaan ini bisa menyebab terjadinya pembesaran gingival (leukemic gingival enlargement).
Infiltrasi yang banyak dari sel-sel leukemik yang tidak matang disamping sel-sel inflamasi yang biasa menyebabkan respon gingival terhadap iritasi adalah berbeda dibandingkan dengan yang bukan penderita leukemia.

B. Anemia
Anemia adalah defisiensi dalam defisiensi dalam kuantitas maupun kualitas darah yang dimanifestasikan dengan berkurangnya jumlah eritrosit dan hemoglobin.
Ada empat tipe anemia berdasarkan morfologi selulernya dan kandungan hemoglobinnya, yaitu:
(1) anemia makrositik hiperkromik (pernicious anemia);
(2) anemia mikrositik hipokromik (iron deficiency anemia);
(3) sickle cell anemia; dan
(4) anemia normositik-normokromik (hemolytic anemia/aplastic anemia).
Diantara keempat tipe anemia tersebut, tampaknya anemia aplastik yang turut berperan dalam etiologi penyakit gingival dan periodontal. Pada tipe anemia ini kerentanan gingival terhadap inflamasi meningkat karena terjadinya neutropenia.
16. Peranan faktor-faktor sebagai faktor etiologi sistemik :
A. Penyakit yang melemahkan
Penyakit yang melemahkan (debilitating diseases) seperti sifilis, nefritis kronis, dan tuberkulosa bisa menjadi factor pendorong bagi terjadinya penyakit gingival dan periodontal, dengan jalan melemahkan pertahanan periodonsium terhadap iritan local, dan menimbulkan kecenderungan terjadinya gingivitis dan kehilangan tulang alveolar.

B. Gangguan Psikosomatik
Dengan gangguan psikosomatik dimaksudkan efek merusak sebagai akibat pengaruh psikis terhadap control organic jaringan. Ada dua cara gangguan psikosomatik mempengaruhi periodonsium dan jaringan di rongga mulut lainnya:
(1) melalui timbulnya kebiasaan buruk yang dapat mencederai periodonsium;
(2) dengan efek langsung system saraf otonom terhadap keseimbangan jaringan yang fisiologis.
Dibawah tekanan mental atau emosional, mulut akan menjadi sasaran pemuasan bagi orang dewasa. Hal ini menimbulkan kebiasaan buruk seperti: klensing; menggigit pensil, ballpoint, atau kuku; merokok secara berlebihan; yang kesemuanya berpotensi mencederai periodonsium.
Meningkatnya aktivitas system saraf otonom oleh pengaruh psikis antara lain bisa menyebabkan perubahan respon pada kapiler gingival.

C. AIDS/ Infeksi HIV
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) ditandai dengan penurunan system imunitas yang menyolok. Kondisi yang pertama kali dilaporkan tahun 1981 adalah disebabkan oleh virus yang dinamakan human immunodeficiency virus (HIV). Infeksi HIV menyebabkan gangguan terutama terhadap sel-TH, disamping terhadap monosit, makrofag, dan beberapa sel lainnya. Meskipun limfosit B tidak terpengaruh, namun akibat terganggunya fungsi limfosit T akan menyebabkan deregulasi pada sel-B.
Penurunan system imunitas pada penderita yang terinfeksi HIV menyebabkan peningkatan kerentanannya terhadap penyakit gingival dan periodontal.


. PERANAN OBAT-OBATAN YANG BERPERAN SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI SISTEMIK MENGENAI
a. Jenis obat
Beberapa jenis obat dengan efek kerja yang berbeda dapat menginduksi hyperplasia gingival non-inflamasi dengan gambaran klinis yang tidak dapat dibedakan. Obat-obatan yang dimaksud adalah :
• Fenitoin atau dilantin, suatu antikonvulsan yang digunakan dalam perawatan epilepsi
• Siklosporin, suatu imunosupresif yang biasa digunakan untuk mencegah reaksi tubuh dalam pencangkokan anggota tubuh.
• Nifedipin, diltiazem, dan verapamil, yaitu penghambat kalsium (calcium blocker) yang digunakan dalam perawatan hipertensi.

b. Mekanisme berperannya
Mekanisme penginduksian hyperplasia gingival oleh obat-obatan tersebut diatas atau oleh metabolitnya belumlah jelas betul, namun terlepas darimana yang paling berperan ada beberapa hipotesa yang dikemukakan :
• Pengaruh obat atau metabolit secara tidak langsung
Obat atau metabolit menstimulasi diproduksinya IL-2 oleh sel-T, atau diproduksinya metabolit testosterone oleh fibroblast gingiva, yang pada akhirnya akan menstimulasi proliferasi dan atau sintesa kolagen oleh fibroblast gingiva
• Pengaruh obat atau metabolit secara langsung
Obat/metabolit secara langsung menstimulasi proliferasi fibroblast gingival, sintesa protein, dan produksi kolagen
• Penghambatan aktivitas kolagenase
Obat/metabolit dapat menghambat aktivitas kolagenase hingga penghancuran matriks akan terhambat
• Penghambatan degradasi kolagenase
Obat/metabolit menstimulasi terbentuknya kolagenase fibroblastic inaktif, dengan akibat degradasi kolagen akan terhambat
• Faktor estetis
Akhir-akhir ini dihipotesakan adanya faktor genetis yang menentukan kecenderungan bisa terjadi hyperplasia yang diinduksikan obat-obatan pada seseorang.




REFERENSI
Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2001. Periodonsia Edisi Revisi 2008. Medan.
Genco RJ, Loe H. The role of systemic conditions and disorders in periodontal
diseases. Periodontology 2000 1993,(2):98-116
http://id.88db.com/Kesehatan-Pengobatan/Perawatan-Kesehatan/ad-88755/
http://gigidanmulutsehat.blogspot.com/2009/11/kalkuluskarang-gigitartardan-apalah.html#more
http://theo766hi.wordpress.com/2010/01/30/karang-gigi/
http://savechildfromsmoke.wordpress.com/2009/08/28/perokok-perokok-pasif-dan-kanker-rongga-mulut/
http://www.scribd.com/doc/20949995/Cdk-140-Bunga-Rampai-Penyakit-Dalam
http://drgdondy.blogspot.com/2008_07_01_archive.html
Dr. Y. Kim 2000-12-04.foodimp01-Microsoft Word
http://drgdondy.blogspot.com/2008/07/penyakit-periodontal-pada-penderita.html
http://chawdnextholmes.blogspot.com/
plaque.pdf – Adobe Reader
cdk_113_gigi.pdf – Adobe Reader. Kalkulus Hubungannya dengan Penyakit Periodontal dan Penanganannya
http://www.toothiq.com/dental-symptoms/dental-symptom-dental-overhang.html
http://www.americandentalcenter.us/cosmetic_dentistry.html
http://dentechblog.blogspot.com/2010/01/lares-laser-cleared-for-subgingival.html
http://www.whocollab.od.mah.se/expl/ohigv60.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar